Muhammadiyah dan Komunitas Agama Buddha Bangun Dialog tentang Perdamaian dan Moderasi Beragama

9D7F3B13 7731 4CD4 AA29 A907BF43EF31 750x375 1

9D7F3B13 7731 4CD4 AA29 A907BF43EF31 750x375 1

Muhammadiyah dan International Network of Engaged Buddhists (INEB) menggelar Interfaith Diapraxis di Madrasah Muallimin Muhammadiyah Yogyakarta pada Rabu (22/11). Acara ini mengangkat tema “Moderasi Agama untuk Peradaban yang Adil dan Damai” dengan dua pembicara yaitu Yuli Mumpuni Widarso dan KV Soon Vidyananda.

Pembicara pertama, Dewan Penasihat Lembaga Hubungan Kerjasama dan Internasional (LHKI) PP Muhammadiyah Yuli Mumpuni Widarso. Dalam paparannya, ia menyampaikan keprihatinan terkait diskriminasi yang masih berlanjut dan pelanggaran hak beragama. Ia menekankan perlunya Muhammadiyah memenuhi kewajibannya dengan mengarahkan anggotanya dan masyarakat umum tentang tantangan yang dihadapi oleh era digital, di mana informasi yang masif dan ancaman berita palsu menghantui.

Menyoroti bahwa diskriminasi dan pelanggaran melibatkan lebih dari komunitas Muslim, Yuli menekankan pentingnya solidaritas dan kerjasama antara berbagai komunitas agama. Konferensi ini bertujuan menciptakan platform untuk dialog terbuka dan pemecahan masalah.

Istilah “moderasi,” menurut Yuli, mengacu pada menemukan jalan tengah dan berlawanan dengan ekstremisme—masalah yang dihadapi oleh berbagai agama. Sebagai solusi, beliau mengusulkan promosi gagasan bahwa Islam tidak identik dengan ekstremisme. Dengan menekankan konsep “wasathiyah” atau jalan tengah, ia meyakini bahwa komunitas Islam dapat secara efektif mengatasi tantangan yang dihadapi oleh ekstremisme.

Pembicara kedua, Anggota Komite Eksekutif INEB dan Sekretaris International Forum on Buddhist Muslim Forum (BMF) KV Soon Vidyananda menyampaikan pandangan seputar agenda diapraxis ini. Ia menyoroti beberapa kesamaan antara Muhammadiyah dan Buddhisme, khususnya dalam pandangan mereka terhadap peradaban yang damai. Dalam konteks agenda diapraxis, ia menekankan tiga hal pokok: dialog, moderasi, dan peradaban.

Secara khusus, Vidyananda menegaskan bahwa diapraxis bukan hanya forum untuk berbicara atau berbagi ide, tetapi merupakan dialog yang melibatkan tindakan. Oleh karena itu, perlu mendiskusikan, belajar, dan saling mendukung untuk mencapai peradaban yang damai.

Sebagai penutup sesi, ia mengutip kata-kata Muhammad Abduh yang sangat fenomenal: “Aku pergi ke negara Barat, aku melihat Islam namun tidak melihat orang muslim; dan Aku pergi ke negara Arab, aku melihat orang muslim namun tidak melihat Islam.”

Dengan berakhirnya Konferensi Interfaith Diapraxis, harapan akan sebuah peradaban yang damai dan adil semakin terasa nyata. Mumpuni Widarso dan KV Soon Vidyananda, telah menyajikan gagasan dan refleksi yang mendalam tentang pentingnya moderasi agama, dialog antarumat beragama, dan peran peradaban sebagai fondasi utama kesejahteraan bersama.

sumber : https://muhammadiyah.or.id/

Leave a Reply